37. DEWI KANIRARAS Sering juga disebut Dewi Retnowati, adalah putri sulung Bathara Hira, putra Sanghyang Triyarta yang berarti keturunan Sanghyang Wening/ Darmayaka dengan Dewi Sikandi. Ibunya bernama Dewi Illawati, bidadari hasil pujaan Sanghyang Pancaresi. Dewi Kaniraras mempunyai adik kandung beranama Dewi Kanesti yang menjadi istri Smarasanta/Smara/Semar, putra Bathara Wungkuam, yang berarti cucu Sanghyang Ismaya dengan Dewi Senggani.Dewi Kaniraras menikah dengan Resi Manumayasa/Karnumayasa, putra Bathara Parikenan dengan Dewi Bramananeki, yang menjadi brahmana di pertapaan Wukir Retawu, salah pucak Gunung Saptaarga. Dari perkawinan tersebut ia mempunyai tiga orang putra, masing-masing bernama; Bambang Manudewa, Bambang Sakutrem/Satrukem dan Dewi Sriyati. Ketika mengandung putranya yang kedua, Dewi Kaniraras ingin sekali makan buah Sumarwana yang terletak di atas pohon rukem yang dijaga oleh raksasa Satrutama di hutan Wanasaya. Buah Sumarwana akhirnya dapat diambil Resi Manumayasa setelah membunuh ditya Satrutama. Begitu makan buah Sumawana, Dewi Kaniraras langsung melahirkan jabang bayi pria yang sangat tanpan dan diberi nama Bambang Sakutrem. Atas kehendak dewata, putranya tersebut ditakdirkan akan menjadi cikal bakal trah witaradya (keturunan para raja) di dunia. Dewi Kaniraras berusia sangat panjang, Ia mati moksa bersama suaminya, Resi Manumayasa, kembali ke kahyangan. 38. BATHARA KUWERA Ia adalah putra ketiga Sanghyang Ismaya dangan Dewi Senggani. Ia mempunyai sembilan orang saudara kandung masing-masing bernama; Bathara Wungkuam, Bathara Tambora, Bathara Wrahaspati, Bathara Siwah, Bathara Surya, Bathara Candra, Bathara Yama/Yamadipati, Bathra Kamajaya dan Dewi Darmanasti. Bathara Kuwera adalah Dewa lambang kebaktian dan kemanusiaan. Ia bertugas memberi petunjuk, fatwa, pahala dan perlindungan serta pertolongan kepada umat di Arcapada. Pada jaman Ramayana, ia menitis pada Brahmana Sutiksna, brahmana suci di Gunung Citrakuta/Kutarunggu untuk memberi wejangan ilmu Asthabrata, yaitu ajaran kepemimpinana yang diilhami kebesaran dan keseimbangan delapan unsur alam, kepada Ramawijaya. Sedangkan pada jaman Mahabharata, Bathara Kuwera menitis pada Resi Lomosa, brahmana suci negara Amarta yang dengan setia mendampingi dan memberin nasehat Prabu Yudhistira selama masa pemgembaraan dihutan sebagaia kibat kalah dalam taruhan permainana dadu dengan keluarga Kurawa. Bersama Sanghyang Cakra, putra Sanghyang Manikmaya dengan Dewi Umarakti, Bathra Kurewa ditetapkan sebagai juru tulis/pencatat hasil sidang para dewa yang menetapkan lawan-lawan yang akan saling berhadapan dalam perang Bharatayuda antara keluarga Kurawa melawan keluarga Pandawa di tegal Kurusetra. Bathara Kuwera menikah dengan Dewi Sumarekti, putri Sanghyang Caturkanaka dengan Dewi Hira, putra Sanghyang Heramaya. 39. BATHARI LENGLENG MULAT Disebut juga DEWI LENGLENG MULAT, dikenal pula dengan nama Dewi Lengleng Mandanu (pedalangan Jawa), yang mempunyai arti; “Seorang dengan paras muka yang demikian indahnya, hingga pasti akan menarik dan membelenggu tiap perhatian yang diarahkan kepadanya”. Dewi Lengleng Mulat adalah salah seorang diantara bidadari upacara Suralaya yang terdiri dari tujuh orang, yaitu Dewi Supraba, Dewi Irimirin, Dewi Gagarmayang, Dewi Tunjungbiru, Dewi Warsiki dan Dewi Wilutama. Karena kecantikannya Dewi Lengleng Mulat pernah menimbulkan peperangan hebat antara Suralaya dengan negara Kasi. Prabu Hiranyayaksa mengerahkan pasukan raksasa menyerang Suralaya akibat keinginannya memperistri Dewi Lengleng Mulat ditolak Bathara Guru. Dalam peperangan tersebut, angkatan perang dewa tidak dapat membendung serangan Negara Kasi. Kesaktian Prabu Hiranyayaksa tidak terkalahkan oleh para dewa. Untuk menyelamatkan Suralaya, Bathara Narada turun ke arcapada, minta bantuan Prabu Harjunawijaya,.raja negara Mataswapati. Dengan kesaktiannya, Prabu Harjunawijaya berhasil mengalahkan Prabu Hiranyayaksa dan mengusir pasukan raksasa dari Suralaya. Prabu Hiranyayaksa kelak bersekutu dengan Prabu Darmawisesa, raja Widarba menyerang negara Magada dalam memperebutkan Dewi Citrawati. Ia tewas dalam peperangan melawan Bambang Sumantri. 40. SANGHYANG MAHADEWA Dia adalah Dewa Keluhuran, kemuliaan dan kepahlawanan. Ia bersemayam di Kahyangan Argapura. Sanghyang Mahadewa adalah putra kedua Sanghyang Manikmaya, raja Tribuana dengan Dewi Umarakti/Umaranti. Ia mempunyai dua orang saudara kandung masing-masing bernama; Sanghyang Cakra dan Sanghyang Asmara. Sanghyang Mahadewa juga mempunyai enam orang saudara seayah lain ibu, putra Dewi Umayi masing-masing bernama : Sanghyang Sambo, Sanghyang Brahma, Sanghyang Indra, Sanghyang Bayu, Sanghyang Wisnu dan Bathara Kala. Perwatakan Sanghyang Mahadewa meliputi perwatakan semua saudara-saudaranya. Kejujurannya seperti Sanghyang Sambo, semangatnya seperti Sanghyang Brahma, tajam perasaannya seperti Sanghyang Indra, kebijaksanaannya seperti Sanghyang Wisnu, taat dan patuhnya seperti Bhatara Kala, bening dan telitinya seperti Sanghyang Cakra. Sanghyang Mahadewa bertugas untuk memberikan anugrah kepada para tapa dan selalu diutus/ditugaskan membawa pakaian raja dan tanda kebesaran kerajaan apabila ada penobatan raja yang direstui Sanghyang Manikmaya. Seperti penyerahan jamang/mahkota yang terbuat dari emas kepada Prabu Pandu, raja negara Astina, dan Balai Kencana Soka Domas (balai yang terbuat dari emas yang bertiang delapan ratus ) sebagai singgasana Prabu Rama di Suwelagiri. Sanghyang Mahadewa diserahi wewenang untuk menguasai sorga. Ia juga merupakan seorang prajurit pilihan dan menjadi senapati angkatan perang Dewa. 41. DEWI NAGAGINI Dewi Nagagini ialah puteri Sang Hyang Antaboga, seorang Dewa ular, yang bertahta di Saptapratala atau bumi lapis yang ke tujuh. la sebangsa bidadari. Pada waktu Pandawa terkena tipu daya Kurawa sehingga hampir saja dibakar di sebuah perjamuan (dalam lakon Balesegala-gala), Pandawa yang tak kuasa menghindarkan diri dari tempat bahaya itu, dengan kemurahan Dewa, akhirnya dapat meloloskan ke dalam bumi dengan mengikuti seekor garangan (sebangsa musang) putih, sehingga bertemu dengan Hyang Antaboga.Kemudian Raden Bratasena, Pandawa yang kedua, dinikahkan dengan Dewi Nagagini, dan berputra seorang laki laki bernama Raden Anantareja atau Anantasena. Anantareja dan ibunya tetap tinggal di Saptapratala, sebab mereka termasuk bilangan Dewa dan Dewi. 42. PRABU NAGARAJA Dia raja tatsaka/raja ular naga yang bersemayam di Sumur Jalatunda. Pemaisurinya bernama Dewi Tatsiki. Dari perkawinan tersebut ia memperoleh dua orang putra masing-masing bernama Dewi Pratiwi dan Bambang Pratiwanggana. Prabu Nagaraja adalah mertua Sanghyang Wisnu, yang kawin dengan putrinya, Dewi Pratwiwi, dan berputra dua orang, yaitu; Bambang Sitija dan Dewi Siti Sundari, yang kemudian diambil hak sebagi putra-putri Prabu Kresna, raja negara Dwarawati, sebagai penjelmaan Sanghyang Wisnu. Prabu Nagaraja bersedia menerima lamaran Sanghyang Wisnu dan menyerahkan putrinya Dewi Pratiwi apabila Sanghyang Wisnu dapat memenuhi satu persyaratan, menyerahkan Cangkok Wijayamulya, yang mempnyai khasiat dapat menghidupkan kematian. Atas petunjuknya pula Sanghyang Wisnu akhirnya dapat menemukan dan mendapatkan Cangkok Wijayamulya yang berada dalam mulut banteng Wisnuhara. 43. BAMBANG NAGATATMALA Dia adalah putra kedua (bungsu) Sanghyang Anantaboga dari Kahyangan Saptapratala dengan Dewi Supreti. Ia mempunyai kakak kandung seorang perempuan bernama Dewi Nagagini yang menjadi istri Bima/Werkudara, salah satu dari lima satria Pandawa, putra Prabu Pandu, raja negara Astina dengan Dewi Kunti. Bambang Nagatatmala berwajah tampan, memiliki sifat dan perwatakan berani,. jujur, setia, keras dalam kemauan dan sangat berbakti. Pada suatu ketika ia melihat lukisan semua makhluk bernyawa termasuk para Dewa dan bidadari. Ketika melihat lukisan pasangan suami-istri Dewi Mumpuni dengan Bathara Yama, dewa penjaga neraka dari kahyangan Paranggumiwang atau Yamani (Mahabharata), ia langsung tertarik pada Dewi Mumpuni. Nagatatmala kemudian menanyakan riwayat kedua pasangan itu kepada Dewi Supreti, ibunya. Oleh Dewi Supreti diceritakan kisah kehidupan rumah tangga Dewi Mumpuni dengan Bathara Yama yang tidak harmonis, karena sesungguhnya Dew Mumpuni tidak mencintai suaminya. Dewi Mumpuni .bersedia menikah dengan Bathara Yama karena melaksanakan perintah Bathara Guru. Bambang Nagatatmala merasa tertarik dengan cerita tersebut. Ia segera pergi ike kahyangan Parangumiwang untuk menemui Dewi Mumpuni. Setelah terjadi pertemuan, mereka saling jatuh cinta, dan bersepakat untuk menjadi suami-istri. Bambang Nagatatmala kemudian membawa lari ewi Mumpuni ke kahyangan Sapta pratala. Tuntutan Bathara Yama untuk kembalinya Dewi Mumpuni ditolak Batrhara Guru, karena menurut ketentuan Dewata, Dewi Mumpuni memang telah ditakdirkan menjadi isri Bambang Nagatatmala. Cangkok Wijayamulya oleh Prabu Nagaraja diberikan kepada Dewi P:ratiwi, yang kemudian diberikan kepada Bambang Sitija saat Sitija turun ke arcapada mencari penjelmaan dan titis Sanghyang Wisnu di arcapada. 44. NANDI Atau Nanda merupakan nama lembu gumarang (lembu yang mempunyai dasar warna bulunya putih bertaburkan merah kuning keemasan). Dalam cerita pedalangan, Nandi dikenal pula dengan nama Nandini atau Handini. Nandi adalah anak raja jin bernama Prabu Patanam di negara Dahulagiri, sebelah timur laut Pegunungan Tengguru/Himalaya. Ia mempunyai saudar sekandung yang dilahirkan kembar berwujud raksasa masing-masing bernama Cingkarabala dan Balakupata, yang menjadi penjaga pintu gapura Selamatangkep di kahyangan Jonggringsaloka. Nandi sangat sakti, kuat dan bengal. Karena kesaktiannya itu ia menobatkan diri sebagai penguasa jagad raya, disanjung dan dipuja rakyat di jasirah Dahulagiri. Mendengar pemujaan Nandi yang berkebihan itu, Sanghyang Manikmaya/Bathara Guru menjadi sangat murka. Karena di seluruh Tribuana (jagad Mayapada, Madyapada dan Arcapada) seharusnya tidak ada yang pantas dipuja dan disembah kecuali dirinya sebagai raja Dewata. Bathara Guru kemudian datang ke Dahulagiri untuk memerangi Nandi. Peperangan pun tejadilah. Dengan Aji Kamayan, Bathara Guru berhasil menundukkan Nandi. Ia menyerah dan mohon pengampunan. Oleh Bathara Guru, Nandi diampuni dan diboyong ke Suralaya, dijadikan tunggangan pribadi Bathara Guru. Nandi pernah dipinjam oleh Prabu Pandu, raja negara Astina, memenuhi permintaan Dewi Madrim, istrinya yang waktu itu sedang mengandung Nakula dan Sadewa, untuk dinaiki terbang berputar-putar di atas taman Kadilengleng negara Astina. 45. SANGHAYANG NARADA Dikenal pula dengan nama Sanghyang Kanwakaputra atau Sanghyang Kanekaputra. Ia adalah putra sulung dari empat bersaudara putra Sanghyang Caturkanaka dengan Dewi Laksmi, yang berarti cucu Sanghyang Wening, adik Sanghyang Wenang. Tiga saudara kandungnya masing-masing bernama Sanghyang Pitanjala, Dewi Tiksnawati dan Sanghyang Caturwarna. Sanghyang Narada sangat sakti dan pernah bertapa di atas permukaan air samudra sambil menggenggam Cupu Linggamanik. Karena kesaktiaannya melebihi Sanghyang Manikmaya, ia kemudian ditundukkan dengan Aji Kemayan, sehingga beralih rupa dan wujudnya menjadi pendek bulat dan berparas jelek. Sebagai imbalan, oleh Sanghyang Manikmaya, Sanghyang Narada diangkat menjadi tuwangga (= patih) di Suralaya dan dituakan oleh Sanghyang Manikmaya dengan sebutan “kakang/kakanda”. Sanghyang Narada sangat dipatuhi/disuyudi (Jawa) oleh siapa saja yang bergaul dengannya, karena keramahannya. Ia sangat alim, pandai dalam segala ilmu pengetahuan, periang, jujur, hatinya bening, pikirannya cerdas, senang bersenda-gurau, seorang prajurit dan pandita, sehingga mendapat julukan Resi. Sanghyang Narada tinggal di kahyangan Siddi Udaludal atau Sudukpangudaludal (pedalangan Jawa) dan menikah dengan Dewi Wiyodi. Dari perkawinan tersebut ia memperoleh dua orang putra, masing-masing bernama Dewi Kanekawati, yang kemudian dianugerahkan kepada Resi Seta, putra Prabu Matswapati, raja negara Wirata, dan Bathara Malangdewa. 46. BATHARA PANYARIKAN Dia adalah putra Sanghyang Parma, yang berarti cucu Sanghyang Taya, adik Sanghyang Wenang. Ia mempunyai saudara kandung bernama Bathara Darma yang dikenal sebagai dewa keadilan. Bathara Panyarikan mempunyai suatu keahlian yang tidak dimilki para dewa lainnya, yaitu tulisannya sangat bagus serta pandai menulis cepat. Bathara Panyarikan memiliki daya ingatan yang sangat tajam. Apa saja yang pernah didengar dan dilihatnya akan selalu diingatnya dengan baik. Selain itu ia juga pandai menyimpan rahasia. Oleh Bathara Guru, Bathara Panyarikan ditugaskankan sebagai juru tulis kadewatan. Mencatat dan mendukumentasikan semua hasil persidangan dan keputusan yang telah diambil para dewa. Menjelang pecah perang Bharatayudha di tegal Kurusetra antara keluarga Pandawa melawan keluarga Kurawa, Bathara Panyarikan mempunyai tugas dan peranan yang sangat penting. Bersama Bathara Kuwera, ia ditugaskan mencatat hasil sidang para dewa yang memutuskan lawan-lawan yang akan saling berhadapan dalam perang Bharatayuda, serta rahasia kematian setiap senapati perang, baik yang berpihak pada keluarga Pandawa maupun berpihak pada keluarga Kurawa. Sebagaimana para dewa lainnya, karena berwujud akyan/badan halus, maka hidup Bathara Panyarikan bersifat abadi. 47. BATHARA PARIKENAN Atau Bambang Parikenan adalah putra Bathara Brahmanaresi/Bremani (pedalangan jawa) dengan Dewi Srihuna/Srihunon, putri Sanghyang Wisnu dengan permaisuri Dewi Sripujayanti. Ia mempunyai dua orang saudara seibu lain ayah, putra Dewi Srihuna dengan Bathara Brahmanasadewa/Brahmanaraja, kakak kandung Bathara Brahmanaresi, masing-masing bernama ; Dewi Srini dan Dewi Satapi. Sejak kecil Bambang Parikenan tinggal di kahyangan Untarasagara dalam asuhan Sanghyang Wisnu dan Dewi Sripujayanti, karena ayahnya Bathara Brahmanaresi turun ke Arcapada hidup sebagai brahmana di pertapaan Paremana, pegunungan Saptaarga. Sedangkan ibunya Dewi Srihuna tinggal di kahyangan Daksinageni, kahyangannya Bathara Brahma. Bambang Parikenan menikah dengan saudara sepupunya sendiri, Dewi Bramaneki, putri Prabu Basurata/Bathara Srinada raja negara Wirata dengan Dewi Bremaniyuta ( Bathara Srinada adalah putra Sanghyang Wisnu dengan Dewi Srisekar/Sri Widowati, sedangkan Dewi Bremaniyuta adalah putri Bathara Brahma dengan Dewi Rarasyati ). Dari perkawinan tersebut ia memperoleh empat orang putra masing-masing bernama ; Dewi Kanika. Kariyasa/Resi Manumayasa, Resi Manobawa dan Resi Paridarma. Resi Manumayasa kelak turun ke Arcapada membuat pertapaan di puncak Retawu, gunung Saptaarga, menikah dengan Dewi Kaniraras, turun-temurun menurunkan keluarga Pandawa dan Kurawa. 48. BATHARI PRABASINI Atau DEWI PRABASINI adalah bidadari keturunan Sanghyang Triyarta. Ia mempunyai saudara kembar yang bernama Dewi Gagarmayang yang dipilih oleh Bathara Guru masuk dalam kelompok Bidadari Upacara Suralaya yang terdiri dari tujuih bidadari. Dewi Prabasini pernah turun ke arcapada dan menjadi istri Prabu Niwatakawaca, raja raksasa dari negara Manikmantaka. Perjodohan ini terjadi ketika Arya Nirbita, raksasa keturunan dari Prabu Pracona raja negara Gowabarong yang tewas dalam peperangan melawan Bambang Tutuka/Gatotkaca di Suralaya, berhasil menjadi raja di Negara Manikmantaka bergelar Prabu Niwatakawaca, datang ke Suralaya minta dijodohkan dengan Dewi Gagarmayang. Karena para dewa merasa takut menghadapi Niwatakaca yang sangat sakti setelah memiliki Aji Gineng Sukaweda, sedangkan bidadari upacara tidak dipekenankan hidup di arcapada, Bathara Guru kemudian melakukan penipuan, menyerahkan Dewi Prabasini yang wajah dari bentuk tubuhnya persis sama dengan Dewi Gagarmayang, saudara kembarnya, kepada Niwatakawaca. Beberapa tahun kemudian, ketika Niwatakawaca menyadari bahwa yang diperistri bukan Dewi Gagamayang tetapi Dewi Prabasini, saudara kembarnya, ia kembali lagi ke Suralaya untuk meminang Dewi Supraba. Namun pinangannya itu ditolak Batahara Guru, dan Niwatakawaca akhirnya tewas dalam peperangan melawan Arjuna. Dari perkawinannya dengan Prabu Niwatakawaca, Dewi Prabasini mempunyai dua orang putra masing-masing bernama: Arya Nilarudraka, yang setelah dewasa menjadi raja negara Tegalparang dan Dewi Mustakaweni, yang menjadi istri Bambang Prabakusuma (Priyambada), putra Arjuna dengan Dewi Dewi Supraba. Setelah kematian Niwatakawaca, Dewi Prabasini kembali ke Suralaya, hidup sebagai bidadari. 49. BATHARI PERTIWI Bathari Pertiwi iku dewa kang nguwasani bumi sap kapisan. Bumi sap kapisan kondhang sinebut Ekapratala. Eka ateges siji, pratala ateges bumi. Bathari Pretiwi putrane putri Sang Hyang Nagaraja, kang dumunung ing kayangan Jalatundha. Ibune asma Bathari Dewi. Miturut andharan ing buku Bunga Rampai Wayang Purwa Beserta Penjelasannya, anggitane Bondhan Harghana SW lan Muh Pamungkas Prasetya Bayu Aji, weton Cendrawasih lan Ensiklopedi Wayang Purwa, weton Balai Pustaka, Bathari Pretiwi iku drajate padha kalawan para dewa, amarga dheweke nguwasani bumi sap kapisan. Bumi sap kapindho, sinebut Dwipratala, dikuwasani dening Bathara Kusika. Bumi sap kaping telu kang sinebut Tribantala dadi papan dununge Bathara Ganggang. Bumi sap kaping papat utawa Caturpratala dikuwasani Bathara Sindula lan bumi sap kalima, sinebut Pancapratala, dikuwasani dening Bathara Darampalan. Bumi sap kaping enem iku kayangane Bathara Manikem lan Saptapratala utawa bumi sap kaping pitu mujudake kayangan papan dununge Bathara Anantaboga. Bathari Pretiwi ndalem uripe tansah pengin nduweni kembang Wijayakusuma. Ananging kembang kang ora sabaene kembang iku duweke Resi Kesawasidi kang dumunung ing Padhepokan Argajati. Sawijining dina Bathara Wisnu tumeka ing kayangan Eka Pratala sedya nglamar Bathari Pretiwi. Tumekane Sanghyang Wisnu lan sedyane njaluk dheweke supaye gelem dadi sisihane dimumpangatake dening Bathari Pretiwi kanggo nyembadani pepenginane duwe kembang Wijayakusuma. Marang Sanghyang Wisnu, Bathari Pretiwi mratelakake saguh dadi sisihane yen Bathara Wisnu bisa nyedhiyakake kembang Wijayakusuma minangka mas kawin. Bathara Wisnu nyaguhi panjaluke Dewi Pretiwi iku. Bathara Wisnu banjur tumuju Padhepokan Argajati, nemoni Resi Kesawasidi lan njaluk kembang Wijayakusuma. Nalika sapatemon kalawan Bathara Wisnu, putrane putri Resi Kesawasidi, Srisekar, ketaman panah asmara lan pengin dadi sisihane Hyang Wisnu. Resi Kesawasidi mratelakake gelem masrahake kembang Wijayakusuma yen Hyang Wisnu gelem dadi mantune. Wusana, Hyang Wisnu palakrama karo Srisekar. Nalika Resi Kesawasidi arep masrahake kembang Wijayakusuma marang Bathara Wisnu, dheweke kaget amarga kembang kang ngandhut kasiyat bisa nguripake wong sing wis mati iku alum. Sawise dititipriksa, pranyata cangkoke kembang kang sinebut Wijayamula lan gagange wis ilang. Bathari Wisnu tetep gelem nampa kembang Wijayakusuma kang wus alum iku. Sabanjure, Hyang Winu bali menyang kayangan Ekapratala arep masrahake kembang Wijayakusuma marang Bathari Pretiwi. Resi Kesawasidi lan Srisekar banjur nyusul Hyang Wisnu menyang kayangan Ekapratala. Bathari Pretiwi dhewe uga ngadhepi panglamar saka raja nagara Garbapitu, Prabu Wisnudewa. Marang Prabu Wisnudewa, Bathari Pretiwi njaluk maskawin padha, kembang Wijayakusuma. Prabu Wisnudewa saguh ngupadi kembang Wijayakusuma amarga wus nduweni gagange kembang Wijayakusume kang wektu iku digawa macan ingon-ingone kang dijenengi Sardulamurti. Lakune Hyang Wisnu tumuju kayangan Ekapratala pethuk kalawan bantheng kang bisa tata jalma. Bantheng kang ngaku duwe jeneng Handaka Wisnuhata iku pengin dadi abdine Hyang Wisnu. Sabanjure batheng iku ngiringi lakune Hyang Wisnu tumuju kayangan Ekapratala. Bathara Wisnu kang kasil nggawa kembang Wijayakusuma banjur masrahake kembang iku marang Bathari Pretiwi. Ing kalodhangan iku, Prabu Wisnudewa uga masrahake macan Sardulamurti marang Bathari Pretiwi nanging ditulak amarga sing dijaluk iku kembang. Wusana Prabu Wisnudewa nesu lan nantang prang tandhing marang Hyang Wisnu. Macan Sardulamurti mbiyantu Prabu Wisnudewa, dene bantheng Handaka Wisnuhata mbiyantu Hyang Wisnu. Macan lan bantheng kang padha sektine iku sampyuh, mati bareng lan wusana malih rupa dadi gagang lan cangkok kembang. Bathari Pretiwi njupuk gagang lan cangkok kembang iku lan banjur didadekake siji kalawan kembang Wijayakusuma kang dipasrahake dening Bathara Wisnu. Wusana Bathara Wisnu lan Bathari Pretiwi sida palakrama. Kembang Wijayakusuma banjur dibalekake maneh marang Sanghyang Wisnu. Kalorone nurunake putra dhampit yaiku Sitija (sabanjure dadi raja jejuluk Prabu Bomanarakasura) lan Siti Sundari (sabanjure dadi sisihane Arjuna lan nurunake Abimanyu). Nalika Bathara Wisnu nitis marang Prabu Kresna, Bathari Pretiwi banjur dadi sisihane raja Dwarawati iku. 50. DEWI REKATAWATI Dikenal pula dengan nama Dewi Rakti atau Dewi Wirandi. Ia adalah putri Prabu Yuyut/Resi Rekatama, berwujud ketam/yuyu, raja negara Samodralaya. Oleh Sanghyang Wenang, Dewi Rekatawati dinikahkan dengan Sanghyang Tunggal putra Sanghyang Wenang dengan Dewi Sahoti. Karena Sanghyang Tunggal berwujud “akyan” (makluk halus) maka yang lahir dari kandungannya berwujud sebutir telur, terbang melayang-layang yang setelah ditangkap oleh Sanghyang Tunggal pecah berubah wujud menjadi tiga orang anak kembar. Sama-sama tampan, cakap dan memancarkan cahaya keagungan. Oleh Sanghyang Tunggal ketiga putranya tersebut masing-masing diberi nama: Sanghyang Tejamaya/Antaga (terjadi dari kulit telur), Sanghyang Ismaya (terjadi dari putih telur) dan Sanghyang Manikmaya (terjadi dari kuning telur). Karena berwujud badan rokhani, hidup Dewi Rekatawati bersifat abadi. Ia bersemayam di kahyangan Alangalangkumitir. 51. BATHARA SADANA Ia adalah putra kedua dari empat bersaudara putra Prabu Sri Mahapunggung, raja negara Medangkamulan dengan Dewi Danawati. Prabu Sri Mahapunggung adalah nama gelar Batara Srigati, putra Sanghyang Wisnu dengan Dewi Sri Sekar/Sri Widowati yang turun ke Arcapada untuk menjaga kelestarian dunia. Tiga saudara kandungnya yang lain adalah, DewiSri, Wandu, dan Oya. Raden Sadana berwajah sangat tampan, dan memiliki sifat perwatakan: murah hati, baik budi, sabar dan bijaksana. Bersama kakaknya, Dewi Sri, ia dikenal sebagai dewa lambang kemakmuran hasil bumi. Sadana dikenal sebagai Dewa umbi-umbian, kentang, sayur-sayuran, dan buah-buhanan, sedangkan Dewi Sri sebagai Dewi Padi. Oleh karena itu, mereka tidak pernah dipisahkan. 52. SANGHYANG SAMBO SANGHYANG SAMBO atau Sambu adalah putra sulung Sanghyang Manikmaya, raja Tribuana dengan permaisuri pertama Dewi Umayi. Ia mempunyai lima orang saudara kandung masing-masing bernama ; Sanghyang Brahma, Sanghyang Indra, Sanghyang Bayu, Sanghyang Wisnu dan Bathara Kala. Sanghyang Sambo juga mempunyai tiga orang saudara seayah lain ibu, yaitu putra Dewi Umarakti, masing-masing bernama ; Sanghyang Cakra, Sanghyang Mahadewa dan Sanghyang Asmara. Sanghyang Sambo bersemayam di kahyangan Swelagringging. Ia menikah dengan Dewi Hastuti, putri Sanghyang Darmastuti, cucu Sanghyang Tunggal dengan Dewi Darmani. Dari perkawinan tersebut ia memperoleh empat orang putra masing-masing bernama; Bathara Sambosa, Bathara Sambawa, Bathara Sambujana dan Bathara Sambodana. Bathara Sambo memiliki sifat dan perwatakan; jujur dan terpercaya, bertanggung jawab, dan cakap. Karena itu apabila ada masalah yang harus dirundingkan atau diselesaikan, Bathara Sambolah yang diminta menyelesaikannya. Ia sangat sakti, dan apabila bertiwikrama dari tubuhnya akan keluar prabawa hawa yang dapat menundukkan lawannya. Bathara Sambo pernah turun ke arcapada dan menjadi raja di negara Medangprawa bergelar Sri Maharaja Maldewa. 53. DEWI SRI DEWI SRI atau Dewi Sulastri (pedalangan Jawa) adalah putri sulung Prabu Sri Mahapunggung, raja negara Medangkamulan dengan Dewi Danawati. Prabu Sri Mahapunggung adalah nama gelar Bathara Srigati, putra Sanghyang Wisnu dengan Dewi Sri Sekar/Sri Widowati yang turun ke Arcapada untuk menjaga kelestarian dunia. Dewi Sri mempunyai tiga orang adik kandung, yaitu; Sadana, Wandu dan Oya. Dewi Sri berwajah sangat cantik. Ia diyakini sebagai titisan Bathari Sri Widowati, neneknya. Dewi Sri memiliki sifat dan perwataan: murah hat, baik budi, sabar dan bijaksana. Bersama adiknya, Sadana, ia dikenal sebagai Dewa lambang kemakmuran hasil bumi. Dewi Sri sebagai Dewa Padi, sedangkan Sadana sebagai Dewa hasil bumi lainnya, seperti: umbi-umbian, kentang, sayur-sayuran dan buah-buhanan. Oleh karena itu mereka tidak pernah dipisahkan. Dalam lakon “Sri Sadana” diceritakan, bahwa Sadana meloloskan diri pergi dari negara Medangkamulan karena dimarai oleh ayahnya. Dewi Sri setelah mengetahui kepergian adiknya, lalu pergi mencarinya. Setelah melalui berbagai rintangan dan pengalaman pahit karena dalam perjalanan bertemu dengan raksasa Kalagumarang/Karungkala yang terus menerus mengejarnya. Setelahselamadari nafsu jahat Karungkala, akhirnya Dewi Sri dapat bertemu kembali dengan Sadana. Sebagai Dewa Hasil Bumi, Dewi Sri dan adiknya. Sadana diyakini hidup sampai akhir jaman, sebab mempunyai tugas memberikan kemakmuran kepada masyarakat. 54. BATHARA SRIGATI Dia putra sulung Sanghyang Wisnu dengan permaisuri Dewi Srisekar/Dewi Sri Widowati. Ia mempunyai dua orang saudara kandung masing-masing bernama Bathara Srinada yang turun ke Arcapada dan menjadi raja negara Wirata bergelar Prabu Basurata, dan Bathari Srinadi. Bathara Srigati juga mempunyai 15 orang saudara seayah lain ibu, putra-putri Dewi Pratiwi dan Dewi Sri Pujayanti. Diantara mereka yang dikenal adalah: Bambang Sitija/Prabu Bomanarakasura yang menjadi raja di negara Surateleng, Dewi Siti Sundari, Bathara Bhisawa, Dewi Srihuna/Srihunon yang menikah dengan Bathara Brahmanaresi dan menurunkan trah Saptaarga, Dewi Srihuni dan Bathara Isnapura yang menurunkan Prabu Yudakalakresna, raja raksasa dari negara Dwarawati. Bathara Srigati turun ke Arcapada dan menjadi raja di negara Purwacarita bergelar Prabu Sri Mahapungung. Ia menikah dengan Dewi Danawati dan mempunyai empat orang putra masing-msing bernama Dewi Sri, Sadana,Wandu dan Oya. Bathara Srigati sangat sakti. Ia pernah dimintai bantuan ayahnya Sanghyang Wisnu yang menjadi raja di negara Medangkamulan bergelar Prabu Satmata, untuk membinasakan Prabu Watugunung raja negara Gilingwesi yang selain berani menyerang Suralaya juga telah bertindak keliru mengawini ibu kandung dan ibu tirinya. Setelah lanjut usia dan merasa tidak mampu lagi mengendalikan roda pemerintahan, Prabu Sri Mahapunggung menyerahkan tahta kerajaannya kepada putra ketiga, yaitu Wandu yang setelah naik tahta kerajaan Purwacarita bergelar Prabu Srimahawan. 55. DEWI SRIHUNA Disebut juga Dewi Srihunon adalah putri kesembilan Sanghyang Wisnu dengan permaisuri Dewi Sripujayanti. Ia mempunyai 12 saudara kandung, masing-masing bernama: Bathara Herumaya, Bathara Isawa, Bathara Bisawa, Bathara Isnawa. Bathara Isnapura yang disabda menjadi raksasa dan berganti nama Ditya Rudramurti yang menurunkan Prabu Yudakalakresna, raja raksasa dari negara Dwarawati, Bathara Madura, Bathara Madusena, Bathara Madusadana, Dewi Srtihuni, Bathara Pujarta, Bathara Parwanboja dan Bathara Hardanari. 56. DEWI SRI WIDOWATI Dikenal pula dengan nama Dewi Srisekar. Ia adalah permaisuri utama Sanghyang Wisnu. Dewi Sri Widowati berasal dari Cupu Linggamanik, sebagai hasil semedi Hyang Anantaboga dari kahyangan Saptapratala. Dari perkawinan tersebut, ia memperoleh tiga orang putra masing-msing bernama Bathara Srigati, Bathara Srinada dan Bathari Srinadi. Dewi Sri Widowati selain sangat cantik dan anggun juga memiliki kharisma yang tinggi sebagai wanita utama. Dewi Sri dan Bathara Wisnu merupakan pasangan yang tak terpisahkan. Apabila Bathara Wisnu turun menitis ke Arcapada dalam mengemban tugas mengembalikan keseimbangan dunia dari tindakan keserakahan dan perbuatan keangkaramurkaan, Dewi Sri akan ikut turun menitis sebagai pasangannya, walau harus melalui berbagai rintangan. Karena itu titisan Dewi Sri selalu menjadi incaran/buruan para penyandang sifat angkara murka, sepeti Prabu Dasamuka/Rahwana, raja negara Alengka. Pada jaman Ramayana, Dewi Sri menitis pada Dewi Kusalya, putri Prabu Banaputra, raja negara Ayodya, ibu Ramawijaya. Kemudian menitis pada Dewi Citrawati, putri Magada dan menjadi istri Prabu Arjunasasra, raja negara Maespati, selanjutnya menitis pada diri Dewi Sinta, putri Prabu Janaka raja negara Mantili dan menjadi istri Ramawijaya. Pada jaman Mahabharata, ketika Bathara Wisnu menitis pada diri Sri Kresna, raja negara Dwarawati, Dewi Sri menitis pada diri Dewi Sumbadra, adik Sri Kresna dan menjadi istri Arjuna, satria Pandawa. Dewi Srihuna juga mempunyai lima orang saudara lain ibu, putra-putri Sanghyang Wisnu dengan Dewi Srisekar dan Dewi Pratiwi. Mereka adalah, Bathara Srigati yang menjadi raja negara Purwacarita bergelar Prabu Sri Mahapunggung. Kemudian Bathara Srinada yang menjadi raja negara Wirata bergelar Prabu Basurata. Batara Srinadi yang menurunkan raja-jara Mandaraka, Bambang Sitija/Bomanarakasura raja negara Surateleng dan Dewi Siti Sundari. Pada mulanya Dewi Srihuna akan dinikahkan dengan Bathara Brahmanasadara (Bremana), Putra Sanghyang Brahma dengan Dewi Sarasyati.Tapi Bathara Bremana menolak. Dewi Srihuna kemudian dinikahkan dengan Bathara Brahmanaresi (Bremani) adik Bathara Bremana. Dari perkawinan tersebut ia mempunyai seorang putra bernama Bambang Parikenan, yang merupakan cikal-bakal keturunan trah Wukir Retawu/Saptaarga. Karena Bathara Bremana kemudian jatuh cinta pada Dewi Srihuna, maka setelah Bambang Parikenan lahir, oleh Bathara Brahmanaresi, Dewi Srihuna diserahkan kepada kakaknya, Bathara Brahmanasadara (Bremana). Dari perkawinan tersebut, Dewi Srihuna mempunyai dua orang putri, masing-masing bernama: Dewi Srini dan Dewi Satapi. 57. BATHARI SUPRABA Atau DEWI SUPRABA adalah bidadari yang sangat terkenal karena kecantikannya. Ia masih keturunan Dewi Kanika, putri Sanghyang Taya, adik Sanghyang Wenang. Banyak titah Arcapada yang tergila-gila ingin memperistri Dewi Supraba. Dengan mengandalkan kesaktian, mereka nekad datang melamar ke Suralaya dengan pertaruhan nyawa. Dari sekian banyak titah Arcapada yang sangat bernafsu dan juga karena dendam ingin memperistri Dewi Supraba adalah Prabu Niwatakawaca, raja raksasa negara Manikmantaka. Mata kanan Prabu Niwatakawaca yang waktu mudanya bernama Arya Nirbita menjadi buta karena ditusuk dengan kacip (pemotong buah gambir ) oleh Dewi Supraba saat ia sedang mengintip tingkah pola para bidadari di kahyangan Kaideran. Prabu Niwatakawaca yang sangat sakti dan tak terkalahkan oleh para dewa, akhirnya mati oleh panah Pasopati yang dilepas Arjuna, setelah rahasia kesaktiannya/kematiannya berupa noktah hitam dilangit-langit mulutnya diceritakan sendiri kepada Dewi Supraba. Oleh Sanghyang Manikmaya, Dewi Supraba dihadiahkan kepada Arjuna yang atas jasanya membunuh Prabu Niwatakawaca dinobatkan sebagai raja Kaideran bergelar Prabu Kariti. Dari perkawinan tersebut ia memperoleh seorang putra yang diberi nama ; Prabakusuma. Dewi Supraba adalah salah seorang bidadari upacara Suralaya yang terdiri dari tujuh orang, yaitu Dewi Supraba, Dewi Lenglengdanu, Dewi Gagarmayang, Dewi Tunjungbiru, Dewi Irimirin, Dewi Warsiki, dan Dewi Wilutama. 58. BATHARA SURYA Dia adalah Dewa Matahari yang bertugas menerangi Arcapada, memberi perkembangan hidup dan kesehatan kepada semua makhluk yang terjadi disiang hari. Bathara Surya adalah putra keenam Sanghyang Ismaya dengan Dewi Senggani. Ia mempunyai sembilan orang saudara kandung, masing-masing bernama; Bathara Wungkuam, Bathara Tambora, Bathara Wrahaspati, Bathara Siwah, Bathara Kuwera, Bathara Candra, Bathara Yama/Yamadipati, Bathara Kamajaya dan Dewi Darmanasti. Bathara Surya mempunyai tempat tinggal di Kahyangan Ekacakra. Ia mempunyai tiga orang permaisuri yaitu; kakak beradik Dewi Ngruna dan Dewi Ngruni, serta Dewi Prati/Dewi Haruni, putri Hyang Ramaparwa, putra Sanghyang Wening. Dengan Dewi Ngruna, Bathara Surya berputra Resi Suwarna yang kemudian menurunkan bangsa Garuda. Dengan Dewi Ngruni berputra Dewi Suryawati yang kemudian diperistri oleh Gatotkaca, dan Bathara Suryanirada. Sedangkan dengan Dewi Prati, Bathara Surya berputra Bathara Rawiatmaja yang kemudian menurunkan raja-raja Maespati, trah pertapaan Argasekar, trah pertapaan Grastina/keturunan Resi Gotama dengan Dewi Indradi. Secara tidak resmi, Bathara Surya juga mengawini Dewi Kunti dan berputra Suryatmaja/Adipati Karna. Bathara Surya juga memberikan Cupu Manik Astagina kepada Dewi Indradi yang mengakibatkan ketiga putra Dewi Indradi, yaitu ; Dewi Anjani, Subali dan Sugriwa berubah wujud menjadi kera. Bathara Surya mempunyai kereta yang ditarik oleh tujuh ekor kuda dan pernah dipinjam Batahra Wisnu untuk memusnahkan Prabu Watugunung, raja Gilingwesi. Bathara Surya pula yang mengetahui tatkala Ditya Kalarahu mencuri Tirta Amerta, hingga persembunyiannya dapat diketahui dan dapat dibinasakan oleh Bathara Wisnu. 59. DEWI TARA Dia adalah seorang hapsari/bidadari, putri sulung Bathara Indra penguasa kahyangan Kaindran (tempat tinggal para bidadari) dengan permaisuri Dewi Wiyati. Ia mempunyai enam saudara kandung, masing-masing bernama; Dewi Tari (menjadi istri Prabu Dasamuka), raja negara Alengka), Bathara Citrarata, Bathara Citragara, Bathara Jayantaka, Bathara Jayantara dan Bathara Harjunawangsa. Oleh Bathara Guru, Dewi Tara diberikan kepada Sugriwa, putra Resi Gotama dengan Dewi Indradi/Windradi dari pertapaan Grastina/Erraya sebagai imbalan atas jasa Subali (kakak Sugriwa) yang telah berhasil membunuh Prabu Maesasura dan Jatasura dari kerajaan Gowa Kiskenda. Belum lama menjadi istri Sugriwa, Dewi Tara direbut Resi Subali yang termakan hasutan jahat Prabu Dasamuka, raja negara Alengka. Selama menjadi istri Resi Subali, Dewi Tara hamil. Setelah Resi Subali meninggal oleh panah Gowawijaya milik Ramawijaya, Dewi Tara kembali menjadi istri Sugriwa. Ia kemudian melahirkan putra berwujud kera berbulu merah yang diberi nama : Anggada, sesuai dengan pesan Resi Subali sebelum ajal. Setelah Prabu Sugriwa meninggal karena usia lanjut Dewi Tara kembali ke kahyangan Kaindran, kembali hidup sebagai bidadari. 60. DEWI TARI Adalah seorang hapsari/bidadari, putri kedua Bathara Indra penguasa Kahyangan Kaindran (tempat tinggal para bidadari) dengan Dewi Wiyati. Ia mempunyai enam saudara kandung masing-masing bernama : Dewi Tara, Bathara Citrarata, Bathara Citragara, Bathara Jayantaka, Bathara Jayantara dan Bathara Harjunawangsa. Oleh Sanghyang Manikmaya/Bathara Guru, Dewi Tari dan dua bidadari lainnya yaitu Dewi Aswani dan Dewi Triwati diberikan kepada tiga putra Alengka, yaitu Prabu Dasamuka, Kumbakarna dan Arya Wibisana. Mereka dijadikan persyaratan perdamaian karena kekalahan para Dewa menghadapi serangan Prabu Dasamuka dan balatentara negara Alengka. Dewi Tari menikah dengan Prabu Dasamuka, Dewi Aswani menikah dengan Kumbakarna dan Dewi Triwati dengan Arya Wibisana. Dari perkawinan tersebut, Dewi Tari mempunyai seorang putra bernama Indrajid/Megananda. Setelah berakhinya perang besar Alengka dengan tewasnya Indrajid dan Prabu Dasamuka, Dewi Tari kembali ke Kahyangan Kaindran, hidup sebagai bidadari. 61. BATHARA TEMBORO Dikenal pula dengan nama Bathara Patuk. Ia merupakan putra kedua Bathara Ismaya dengan Dewi Senggani. Bathara Temboro mempunyai sembilan orang saudara kandung, masing-masing bernama : Bathara Wungkuam, Bathara Kuwera, Bathara Wrahaspati, Bathara Syiwah, Bathara Surya, Bathara Candra, Bathara Yama/Yamadipati, Bathara Kamajaya dan Dewi Darmastuti.Bathara Temboro mempunyai gaya penampilan yang jenaka. Ia sangat pandai melawak dan gaya penampilan yang lucu. Karena keahliannya melucu dan sikapnya yang jenaka, Bathara Tembora menjadi dewa kesayangan Sanghyang Manikmaya/Bathara Guru. Karena dialah satu-satunya Dewa yang dapat menjadi pelipur lara dan penghibur Sanghyang Manikmaya. 62. SANGHYANG TUNGGAL Dia adalah putra sulung Sanghyang Wenang dengan Permaisuri Dewi Sahoti, putri Prabu Hari, Raja Keling negara Hindu. Ia lahir dalam wujud “akyan” (badan halus/jin) dan mempunyai empat saudara kandung masing-masing bernama Dewi Suyati, Batara Nioya, Batara Herumaya, dan Batara Senggana. Dalam segala hal, Sanghyang Tunggal merupakan personifikasi dari Sanghyang Wenang, karena hidup sejiwa dengan Sanghyang Wenang, ayahnya. Ia mempunyai pusaka pemberian Sanghyang Wenang antara lain; Cupu Retnadumilah, Cupu Manikastagina, Lata Maha Usadi/Lata Mausadi, dan Kayu Rewan. 63. DEWI TUNJUNGBIRU DEWI TUNJUNGBIRU adalah salah seorang dari tujuh bidadari upacara Suralaya yang terdiri dari ; Dewi Supraba. Dewi Lenglengdanu, Dewi Irimirin, Dewi Gagarmayang, Dewi Wilutama, Dewi Warsiki dan Dewi Tunjungbiru sendiri. Karena kecerdasannya dan sifatnya yang murah hati, setia dan penyabar, Dewi Tunjungbiru pernah diperintahkan oleh Sanghyang Manikmaya/Batara Guru untuk turun ke marcapada, menjelma/menitis sebagai putri Bathara Kandikota (turun ke-empat dari Sanghyang Darmajaka). Dalam penitisannya itu ia menikah dengan Prabu Arya/Aya, raja negara Duryapura. Dari perkawinan tersebut, Dewi Tunjungbiru mempunyai seorang putra yang diberi nama, Dasarata. Putranya ini kelak menikah dengan Dewi Kusalya, pewaris tahta negara Ayodya, dan menurunkan Ramawijaya. Bersama keenam bidadari upacara Suralaya lainnya, Dewi Tunjungbiru pernah ditugaskan Bathara Indra turun ke marapada, untuk membangunkan tapa Arjuna di Goa Mintaraga, di lereng Gunung Indrakila bergelar Bagawan Ciptaning. Namun tidak berhasil membangunkan kekhusukkan tapa Bagawan Ciptaning. 64. DEWI UMAYI Dikenal pula dengan nama Dewi Uma. Ia adalah putri Umaran, seorang hartawan di Merut. Ibunya bernama Dewi Nurweni, putri Prabu Nurangin, raja jin di Kalingga. Dewi Umayi mempunyai adik kandung bernama Dewi Umarakti/Umaranti, yang menjadi permaisuri kedua Sanghyang Manikmaya. Kelahiran Dewi Umayi diiringi kekacauan alam yang dahsyat. Gunung-gunung meletus, gempa bumi dan badai terjadi dimana-mana. Saat lahir dari rahim ibunya, ia bukan berupa bayi biasa, melainkan berwujud segumpal cahaya merah yang memelesat ke angkasa. Cahaya itu melayang ke sana kemari. Sang ayah segera mengejar dan mencoba menangkapnya, tetapi selalu gagal. 65. BATHARI WARSIKI Warsiki mempunyai arti “Seorang yang amat unggul akan kecantikannya.” Karena itu Dewi Warsiki ditetapkan sebagai salah seorang dari tujuh bidadari upacara Suralaya yang selalu mengiringi Sanghyang Manikmaya dalam setiap upacara resmi kedewatan. Keenam bidadai lainnya adalah ; Dewi Supraba, Dewi Lenglengdanu, Dewi Irimirin, Dewi Gagarmayang, Dewi Tunjungbiru dan Dewi Wilutama. Dewi Warsiki adalah satu dari 40 (empat puluh) orang putri Sanghyang Nioya dengan Bathari Darmastuti. Salah seorang saudaranya, Dewi Urwaci, yang merupakan bidadari paling seksi di kahyangan, menjadi kecintaan Bathara Guru. Dalam kisah “Arjuna Wiwaha” Dewi Warsiki pernah turun ke arcapada bersama keenam bidadari upacara Suralaya lainnya melaksanakan perintah Sanghyang Indra, untuk membuyarkan atau menggagalkan Arjuna yang sedang bertapa di Goa Mintaraga, hutan Kaliasa di lereng gunung Indrakilo. Karena kecantikannya, Dewi Warsiki pernah menggoncangkan Suralaya, ketika Bathara Kalagotama, putra Bathara Kala dengan Dewi Durga yang ingin memoeristri Dewi Warsiki ditolak Bathara Guru. Perang tak dapat dihindarkan antara para dewa Suralaya melawan para raksasa dari Setragandamyit. Perang baru berakhir setelah Sanghyang Narada turun ke arcapada dan meminta bantuan Resi Manumayasa dari pertapaan Retawu, gunung Saptaarga. Dalam peperangan tersebut Manumayasa berhasil mengalahkan Bathara kalagotama dan kelima saudaranya, yaitu Bathara Siwahjaya, Bathara Kalayuwana, Bathara Kartinea dan Bathara Dewasrani. Akhirnya cahaya itu hinggap di puncak Gunung Tengguru, suatu tempat yang dikuasai para makhluk halus, peri, dan gandarwa. Di tempat itu saudagar Umaran lalu bersamadi, mohon pada Yang Maha kuasa agar anaknya yang berwujud cahaya itu dapat dikembalikan dalam wujud yang sempurna, yaitu layaknya menjadi bayi biasa. Doa itu terkabul namun bayi itu berkelamin ganda. 66. SANG HYANG WENANG SANG YANG WENANG adalah putra Sang Hyang Nurasa dengan permaisuri Dewi Sarwati, putri Prabu Rawangin, raja jin di Pulau Darma. Sang hyang Wenang lahir berwujud sotan (suara yang samar-samar) bersama adik kembarnya yang bernama Sang Hayang Wening. Dalam pedalangan, Sang Hayang Wenang dikenal pula dengan nama Sang Hayang Jatiwisesa. Saudara kandung lainnya adalah Sang Hyang Taya atau Sang Hyang Pramanawisesa yang berwujud akyan (badan halus/jin). Setelah Sang Hyang Wenang dewasa, Sang Hyang Nurasa kemudian manuksma (hidup dalam satu jiwa) ke dalam diri Sang Hyang Wenang setelah menyerahkan benda-benda pusaka : Kitab Pustaka Darya, pusaka dan azimat berupa Kayu Rewan, Lata Maha Usadi, Cupu Manik Astagina dan cupu Retnadumilah. Sang Hyang Wenang menikah dengan Dewi Sahoti/Dewi Sati, putri Prabu Hari raja negri Keling. Dari perkawinannya dianugerahi 5 putra yang kesemuanya berwujud akyan : Sang Hyang Tunggal, Dewi Suyati, Batara Nioya, Batara Herumaya dan Betara Senggana. Setelah Sang Hyang Tunggal dewasa, maka Sang Hyang Wenang menyerahkan tahta kerajaan dan segenap pasukannya kepada Sang Hyang Tunggal. 67. BATHARI WILUTAMA WILUTAMA adalah salah seorang dari tujuh bidadari upacara Suralaya yang terdiri dari : Dewi Supraba, Dewi Lenglengdanu, Dewi Gagarmayang, Dewi Tunjungbiru, Dewi Irimirin dan Dewi Warsiki. Karena kecerdasannya oleh Sanghyang Manikmaya, Dewi Wilutama ditetapkan sebagai kepala dari ketujuh bidadari upacara Suralaya tersebut. Dewi Wilutama pernah turun ke Arcapada melaksanakan perintah Sanghyang Manikmaya untuk mempertemukan titisan Bathara Derma dengan Bathari Dermi. Waktu itu Bathara Derma menitis pada Raden Samba, Putra Prabu Kresna dengan Dewi Jembawati. Sedangkan Bathari Dermi, menitis pada Dewi Hagnyanawati, putri Prabu Narakasura raja negara Surateleng, yang telah menjadi istri Prabu Bomanarakusra, raja negara Prajatisa/Surateleng. Menurut cerita pedalangan, Dewi Wilutama pernah turun ke Arcapada menjelma menjadi kuda sembrani betina dan membawa terbang Bambang Kumbayana/Resi Drona menyeberangi lautan yang waktu itu sedang mencari Arya Sucitra. Dalam peristiwa itu terjalin hubungan asmara antara Dewi Wilutama dengan Bambang Kumbayana. Akibatnya Dewi Wilutama hamil, dan melahirkan seorang putra lelaki yang mempunyai ciri-ciri berambut dan bertelapak kaki kuda, yang diberi nama Bambang Aswatama. 68. DEWI WINATA DEWI WINATA adalah putra Hyang Daksa. Ia mempunyai saudara kandung sebanyak 49 orang, dua belas orang diantaranya wanita. Diantara kedua belas saudara perempuannya yang dikenal dalam cerita pedalangan antara lain; Dewi Aditi (ibu Bathara Waruna), Dewi Muni (ibu dari Dewi Mumpuni, istri Bathara Yama yang kemudian menjadi istri Nagatatmala) dan Dewi Kadru.Dewi Winata beserta keduabelas saudara kandungnya menjadi istri Resi Kasyapa. Dari perkawinannya dengan Resi Kasyapa. Dewi Winata memperoleh dua orang putra berwujud burung garuda masing-masing bernama ; Garuda Aruna dan Garuda Aruni/Garuda Suwarna/Brihawan. Dewi Winata pernah terkena kutuk pastu putranya sendiri, Garuda Aruna sebagia akibat ketidak sabarannya memecah telur Aruna sebelum waktunya menetas. Aruna yang merasa kesakitan kerena menetas sebelum waktunya membalas mengutuk ibunya, bahwa Dewi Winata akan menjadi budak saudaranya sendiri. Kutukan itu menjadi kenyataan. Dewi Winata diperbudak oleh Dewi Kadru akibat kalah menebak warna kuda Ucirawas, karena Dewi Kadru dibandu anak-anaknya yang berwujud ular melilit tubuh kuda Ucirawas, hingga tubuh kuda yang putih mulus menjadi belang-belang. Bertahun-tahun Dewi Winata diperbudak Dewi Kadru untuk mengasuh ribuan ular anak Dewi Kadru dengan Resi Kasyapa. Penderitaan Dewi Winata akhirnya dapat dibebaskan oleh putranya, Garuda Aruni yang dapat memenuhi permintaan Dewi Kadru dengan memberikan tebusan berupa air Saktiwisa yang diperoleh Garuda Aruni dengan meminjamnya dari Bathara Brahmanayana, atas seijin Sanghyang Brahma. 69. SANG HYANG WISNU Sang Hyang Wisnu seorang Dewa putra Hyang Guru. Halusnya menitis, menjelma pada raja-raja dan ksatria-ksatria. Hyang Wisnu pernah juga menjadi raja di muka bumi ini sebagai manusia biasa bertakhta di Purwacarita dengan gelar Sri Maharaja Budakresna. Mereka yang mendapat titisan Hyang Wisnu, menjadi orang orang yang sakti dan waspada. Yang mendapat titisan Wisnu ialah: Prabu Arjunasasrabau dari Maespati, Patih Suwanda di Maespati, Sri Rama, Arjuna dan Prabu Kresna. Penitisan juga terjadi sesudah zaman Purwa, ialah pada Prabu Jayabaya di Kediri. Ketika Dewa ini dilahirkan, bumi terpengaruh hingga getar, sampai-sampai Betara Guru pun jatuh terpelanting. Setelah dewasa, ia beristrikan Dewi Setyabama, putri Hyang Pancaresi, Hyang Wisnu bisa tiwikrama, menjadi raksasa yang tidak terhingga besarnya dan memiiki senjata cakra yang sangat sakti. Kesaktian dan senjata cakra itu digunakan oleh titisan Wisnu sebagai bukti bahwa mereka memang titisannya. Hyang Wisnu merupakan pokok pangkal yang memulai keturunan Pendawa dan ia berbesan dengan Hyang Brama. Asal mula Hyang Wisnu mendapat bunga Wijayakusuma ialah sewaktu ia akan kawin dengan Dewi Pertiwi yang minta sebagai jujur bunga Wijayakusuma. Semula bunga itu dimiliki oleh Begawan Kesawasidi. Tersebutlah, ketika Hyang Wisnu akan kawin dengan Dewi Pertiwi, maka bunga tersebut dipinjam oleh Hyang Wisnu untuk digunakan sebagai jujur. Permintaan itu dikabulkan. Tetapi untuk lengkapnya, barang siapa memiliki bunga itu harus memiliki pula kulitnya dan kulit itu dimiliki oleh Prabu Wisnudewa dari negara Garbapitu. Kulit bunga yang bertempat di dalam mulut seekor banteng (lembu hitam) dapat direbut oleh Hyang Wisnu dari mulut banteng itu. Terkabullah perkawinan Hyang Wisnu karena bisa mengadakan jujur yang diminta. Menurut adat-istiadat Sala, pada waktu di situ masih terdapat seorang raja, maka pemetikan bunga Wijayukusuma dari Pulau Nusakambangan dilakukan oleh seorang ulama atas titah raja. 70. BATARA WRAHASPATI BATARA WRAHASPATI adalah putra keempat Sang Hyang Ismaya dengan Dewi Senggani, putri Sang Hyang Wening/Darmayaka. Dia mempunyai 9 orang saudara kandung yaitu Batara Wungkuam, Batara Tembora/Patuk, BataraKuwera, Batara Syiwah, Batara Surya, Batara Candra, BataraYamadipati, Batara Kamajaya dan Batari Darmayanti.Batara Wrahaspati sangat sakti dan berwatak penyabar sehingga dia menjadi guru para dewa. Batara Wrahaspati bersahabat baik dengan seorang brahmana sakti bernama Resi Sukra yang telah bertapa selama 1.000 tahun memuja Batara Prameswara sehingga memperoleh ajian Sanjiwani, yaitu mantra sakti yang dapat menghidupkan orang yang telah mati meskipun telah menjadi abu sekalipun.Mengetahui Resi Sukra menjadi guru bangsa raksasa dan berusaha melawan para dewa, Wrahaspati kemudian menyuruh Kaca murid kesayangannya untuk berguru kepada Resi Sukra. Kaca berhasil mendapatkan mantra sakti itu dengan bantuan Dewi Dewayani, putri tunggal Resi Sukra bersama Dewi Jayanti, maka para dewa tetap tidak terkalahkan oleh golongan raksasa. 71. BATHARA YAMADIPATI BATHARA YAMADIPATI seorang Dewa dan anak Semar. Dewa ini berkuasa memegang kunci neraka dan berkuasa pula mencabut nyawa manusia. Maka menjadilah kepercayaan orang dulu, bahwa kalau orang yang sedang sakit melihat kedatangan Hyang Yamadipati, si sakit itu sudah mendekati ajalnya. Gambar Wayang Yamadipati berupa orang bermuka raksasa, melambangkan keganasan Dewa itu. Dewa ini beristrikan Dewi Mumpuni tetapi Dewi ini tidak suka pada Yamadipati. Hyang Yamadipati dapat disebut Dewa kematian. Ia bermahkota topong, berjamang dengan garuda membelakang, dan bersunting waderan. Bersenjata rencong dan berpakaian menurut adat-istiadat Dewa. Bermata plelengan (berkedip, tetapi jarang), menandakan keganasannya. Berhidung manusia, artinya tidak berhidung macam wayang, melambangkan, bahwa Dewa ini selalu mendekati manusia. 72. BATHARA RAMA YADI BATHARA RAMA YADI adalah dewa yang bertugas membuat senjata/wesi aji atau tukang pandedi kayangan. Dia muncul pada lakon Gathutkaca lahir, dia di utus Bathara Narada untuk menggembleng/menempa bayi Gathutkaca layaknya membuat senjata/gaman. Maksud Bathara Narada agar Gathutkaca segera menjadi anak dewasa yang sanggup melawan musuh para dewa yaitu Kala Percona dan Patih Sekipu. Dan akhirnya berkat gemblengan Bathara Rama Yadi, Gathutkaca menjadi Ksatriya yang gagah perkasa dan sanggup memusnahkan musuh para Dewa yaitu Kala Percona dan Patih Sekipu