Jumat, 12 September 2014

Dewata Nawa Sanga , #1

Dewata Nawa Sanga - Penguasa 9 Penjuru Mata Angin  Dewata Nawa Sanga tidak sama dengan Sang Hyang Widh. Dewa adalah perwujudan sinar suci dari Hyang Widhi (Tuhan) yang memberikan kekuatan suci untuk kesempurnaan hidup mahluk. Dewa berasal dari bahasa Sansekerta “div” yang artinya sinar. Dewa adalah perwujudan sinar suci dari Hyang Widhi (Tuhan) yang memberikan kekuatan suci untuk kesempurnaan hidup mahluk. Dewa berasal dari bahasa Sansekerta “div” yang artinya sinar. Istilah Deva sebagai mahluk Tuhan adalah karena Deva dijadikan ( dicipta-kan ) sebagaimana dukemukakan di dalam kitab Reg Veda X. 129.6. Dengan diciptakan ini berarti Deva bukan Tuhan melainkan sebagai semua mahluk Tuhan yang lainnya pula, diciptakan untuk maksud tujuan tertentu yang mempunyai sifat hidup dan mempunyai sifat kerja ( karma ) . Disamping pengertian di atas, dalam Reg Veda VIII.57.2, dijelaskan pula tentang banyaknya jumlah Deva yaitu sebanyak 33 yang terdapat di tiga ( 3 ) alam ( mandala ) . Ketigapuluh tiga Deva tersebut terdiri dari 8 Vasu ( Basu ), 11 Rudra, 12 Aditya, Indra dan Prajapati. Berikut ini adalah nama dan makna menurut Upanishad Brihadaranyaka dan itihasa Mahabharata, Kedelapan Vasu tersebut adalah : Agni ( dewa api - "Panas api" ), atau Anala (juga disebut Agni) yang bermakna "Hidup" Prthivi ( dewa tanah - "Bumi" ), atau Dhara yang bermakna "Dukungan" Vayu ( dewa angin - "Angin" ), atau Anila yang bermakna "Angin" Dyaus ( dewa langit - "Langit" ), atau Prabhasa yang bermakna "Bersinar fajar" Aditya ( dewa matahari - "Abadi", nama yang sangat umum untuk matahari adalah Surya ), atau Pratyūsha yang bermakna "Pra-fajar", yaitu senja pagi, tetapi sering digunakan hanya berarti "cahaya" Savitra ( dewa antariksa - "Ruang" ), atau Ha yang bermakna "Meresapi" Chandramas ( dewa bulan - "Bulan" ), atau Soma yang bermakna "Soma-tanaman", dan nama yang sangat umum untuk bulan Nakstrani ( dewa bintang - "Bintang" ), atau Dhruva yang bermakna "Bergerak", nama Polestar Rudra sebagai salah satu aspek Deva-deva, merupakan unsur hidup dan kehidupan yang disebut sebagai Rudra prana. Kesebelas Rudras yang mengatur alam semesta (buana agung dan buana alit), diantaranya Kapali, pingala, Bima, Virupaksha, Vilohita, Shasta, Ajapada, Abhirbudhnya, Shambu, Chanda, dan Bhava. Kapali menunjukkan tulang (dinyatakan dalam istilah feminin) atau cangkir / mangkuk yang digunakan untuk menyimpan makanan. Dengan kata lain bisa disebut sebagai kepala perempuan atau penyedia perempuan. Ini menunjukkan kekuatan Rudra tertanam jauh di dalam Amba. Pingala menunjukkan api coklat kemerahan. Ini adalah api yang dimulai di Amba bawah pengaruh Purusha Bima menunjukkan kekuatan, kuat hebat dan luar biasa. Ini adalah gaya Prana (Angkatan Kuat atau gluon dalam istilah modern) yang terbentuk api di Amba, Virupa-aksha menunjukkan multi-lipat, multi-warna mata. Ini adalah Aksi / Caksu kekuatan ( tenaga lapangan) yang berasal dari Amba, Vilohita menunjukkan kekuatan merah tua. Merah menunjukkan jarak jauh. Ini adalah Higgs kekuatan-bidang yang memiliki jangkauan panjang dengan intensitas rendah (Higgs lapangan) Abhirbudnya menunjukkan sesuatu yang di kedalaman atau jauh di dalam inti. Ini adalah Getaran yang menyebabkan senar terbentuk pada Amba bergetar seperti partikel Core (Baryon), Shasta menunjukkan untuk menahan, mengendalikan, perintah atau perintah. Ini adalah getaran yang menyebabkan senar terbentuk pada Amba terlihat seperti partikel tersembunyi, yang merupakan 'Mana' Partikel (meson) Ajapada menunjukkan kambing berkaki. Ini adalah getaran yang menyebabkan senar terbentuk pada Amba untuk menjauh dan membentuk partikel Satelit (lepton) dengan Getaran yang berbeda. Ini adalah kekuatan yang membawa dalam Apana (mengusir kekuatan atau Angkatan Lemahnya boson W dan Z) dan memulai proses dari Peluruhan Radio-aktif yang tidak lain adalah kematian. Hal ini disebut sebagai kambing berkaki dengan kekuatan atom bisa dibentuk dengan penta / struktur heksagonal. (Orbit elips beberapa partikel satelit sekitar partikel inti membentuk struktur kaki berbentuk kambing) Bhava menunjukkan datang ke keberadaan atau kelahiran. Ini adalah getaran yang menyebabkan ziznam. Chanda menunjukkan memikat atau mengundang. Ini adalah getaran yang menyebabkan Reta yang berarti aliran bergerak atau mengalir. Shambu menunjukkan mempertemukan atau bertemu atau bergabung. Ini adalah getaran yang menyatukan ziznam, reta dan Apa dan menyediakan platform untuk hidup, Semua makhluk biologis memiliki dimensi kesembilan, kesepuluh dan kesebelas, di alam semesta Ruang. Medan gaya yang hadir di ruang mana-mana (yang berasal dari Amba) mendorong proses penciptaan protein, medium asam dan basa menengah yang memulai proses kehidupan biologis. Bidang ini berlaku dapat dipahami sebagai mewujudkan sebagai kondisi lingkungan untuk evolusi kehidupan biologis (untuk misalnya, suhu air dll) di seluruh alam semesta untuk membuat protein, asam dan basa.  rerajahan dewata nawa sanga Adapun Deva -deva yang lainnya yaitu Aditya dilambangkan sebagai hukum tertinggi, sebagai pengatur alam semesta di bawah kekuasaan Tuhan. Selain sifat – sifat Deva dia atas dalam Reg Veda X.36.14 , dijelaskan pula bahwa fungsi Deva adalah sebagai DIKPALA, yaitu penguasa atas penjuru mata angin ( arah ) . Dasar pemikiran ini bersumber pada pengertian bahwa Tuhan Maha Ada, sebagai hakekat yang memenuhi ruang dan waktu. Atas dasar pola pemikiran di atas timbul pula konsep – konsep baru tentang hubungan Deva-deva dengan penjuru arah mata angin dan membaginya menjadi sembilan sesuai dengan arah mata angin yang biasa. Namun menjadi sebelas dimasukkan zenit dan nadir . Kesembilan arah mata angin tersebut secara rinci diuraikan dalam pembahasan berikut. Dewa juga ciptaan Tuhan yang berfungsi untuk mengendalikan alam semesta. Dewa-dewa dihubungkan dengan aspek-aspek tertentu dan khusus dari phenomena yang ada di alam semesta ini. Setiap aspek dikuasai oleh satu Dewa tertentu dengan ciri-ciri dan lambang yang khusus. Masing-masing Dewa memiliki sakti yang tidak terpisahkan darinya, seperti halnya suami istri, karena Dewa tidak dapat melakukan tugas sesuai fungsinya apabila tidak dengan saktinya. Sehingga jika Dewa diwujudkan dalam bentuk laki-laki, maka saktinya diwujudkan dalam bentuk wanita, maka dengan perpaduan Dewa (Purusa) dan Sakti (Pradana) tugasnya dapat dilakukan sesuai fungsinya. Dalam Hinduism, sebagai sinar suci atau manifestasi Tuhan yang menguasai, menjaga alam semesta, Dewa juga dilengkapi dengan senjata, kendaraan dan juga diwujudkan dalam bentuk simbol atau aksara. Misalnya Sang Hyang Widhi dalam manifestasinya sebagai Tri Murti yaitu : Dewa Brahma dengan saktinya Dewi Saraswati, kendaraannya Angsa, senjatanya Danda/Gada dengan aksara suci “Ang” Dewa Wisnu dengan saktinya Dewi Sri (Laksmi), kendaraannya burung Garuda, senjatanya Cakra dengan aksara suci “Ung” Dewa Siwa dengan saktinya Dewi Durga (Uma), kendaraannya Lembu, senjatanya Padma dengan aksara suci “Mang” Semua perwujudan Dewa dan Saktinya diwujudkan berbeda-beda tergantung dari penggambaran umat Hindu terhadap beliau. Misalnya wujud Dewa dan Saktinya di India dan di Bali sangatlah berbeda, namun fungsinya sama. Semua sakti-sakti para Dewa itu digambarkan memiliki paras yang cantik, namun Dewi Uma yang cantik apabila dalam tugasnya sebagai Dewi Maut (Durga) memiliki wajah yang sering digambarkan dalam wujud Rangda oleh masyarakat Bali. Dewa Brahma berwujudkan sebagai Maha Rsi yang tua karena usia beliau melebihi alam semesta, dikarenakan Dewa Brahma-lah yang bertugas menciptakan segala sesuatu di alam semesta ini, beliau juga diwujudkan dalam bentuk berwajah empat (Catur Muka). Dewa Wisnu berwujudkan sebagai Dewa yang berparas paling elok, beliau juga diwujudkan dalam bentuk berkepala tiga (Tri Sirah). Dewa Siwa berwujudkan seorang Pertapa, karena beliaulah yang menguasai hidup manusia sehingga beliaulah yang akan meleburnya kembali, beliau juga diwujudkan bertangan empat (Catur Buja). Dari perwujudan sesuai gambaran umatnya inilah dibuatkan patung (arca). Dalam ajaran Hindu, jumlah Dewa adalah banyak sekali sesuai setiap fungsi yang ada dalam alam semesta ini. Diibaratkan Sang Hyang Widhi adalah Matahari, maka Dewa adalah sinar matahari yang jumlahnya tak terhingga. Matahari dikatakan panas, namun sinar nyalah yang menyentuh kita secara langsung. Demikian juga dengan Sang Hyang Widhi, Dewa sebagai sinar sucinya lah yang menghubungkan kita langsung denganNya. Mungkin dalam agama lain disebutkan Dewa itu sebagai Malaikat. Dalam ajaran Hindu ada sebutan Tri Murti, Panca Dewata/Panca Brahma, Dewata Nawa Sanga, Asta Dewata, Panca Korsika dan lainnya. Panca Dewata adalah manifestasi Sang Hyang Widhi sebagai penjaga segala penjuru mata angin yaitu : Sadyojata (Iswara) di Timur dengan aksara suci “Sa” Bamadewa (Brahma) di Selatan dengan aksara suci “Ba” Tat Purusa (Maha Dewa) di Barat dengan aksara suci “Ta” Aghora (Wisnu) di Utara dengan aksara suci “A” Isana (Siwa) di Tengah dengan aksara suci “I” Panca Dewata disebut juga dengan Panca Brahma, sehingga kelima aksara suci “Sa Ba Ta A I” disebut “Panca Brahma Wijaksara”. Disamping itu ada juga lima manifestasi Hyang Widhi lainnya yaitu : Maheswara di Tenggara dengan aksara suci “Na” Rudra/Ludra di Barat Daya dengan aksara suci “Ma" Sangkara di Barat Laut dengan aksara suci “Si” Sambu di Timur Laut dengan aksara suci “Wa” Siwa di Tengah dengan aksara suci “Ya” Kelima aksara suci “Na Ma Si Wa Ya” disebut dengan Panca Aksara. Namun dalam ajaran agama Budha Mahayana, Panca Dewata (Panca Brahma) disebut dengan “Panca Tatagata” yaitu: Aksobhya di Timur dengan aksara suci “Ah” Ratnasambhawa di Selatan dengan aksara suci “Ung” Amitaba di Barat dengan aksara suci “Trang” Amogasidhi di Utara dengan aksara suci “Hrih” Wairocana di Tengah dengan aksara suci “Ang” Sehingga kelima aksara “Ah Ung Trang Hrih Ang” disebut dengan Panca Wijaksara Tatagata sedangkan Panca aksara Budha nya “Na Ma Bu Da Ya”. Apabila dalam Panca Aksara dan Panca Brahma Wijaksara digabungkan menjadi DASA AKSARA “Sa Ba Ta A I Na Ma Si Wa Ya”, jika ditambahkan dengan aksara “Om” maka disebut “Eka Dasa Aksara”. Dewata Nawa Sanga sering disebut juga dengan “Loka Pala”.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar