Rabu, 10 September 2014

Filosofi & Filsafat Mahabharata 1

Filosofi & Filsafat Mahabharata MAHABARATA DALAM SILSILAH SINGKAT FERSI JAWA - FILSAFAT WAYANG Harjuna adalah ahli memanah (manah dalam bahasa jawa bermakna hati –memanah – menata hati untuk menuju kebaikan. FILSAFAT DAN SILSILAH RINGKAS WAYANG PURWA Oleh : Pujo Prayitno Motto : Carilah Ilmu untuk mengenal diri sendiri sebagai penghantar untuk mengenal Tuhan. BAB I P E M B U K A Tulisan ini adalah merupakan terjemahan bebas dari Pengantar Serat Bagawat Gita yang termuat dalam Buku Serat Bagawat Gita yang ditulis oleh Drs. Ir. R.M.S. Suryo Hudoyo, yang diterbitkan oleh Penerbit Yayasan Djojo Bojo – Surabaya, cetakan ke dua Tahun 1990. yang ditulis dalam bahasa jawa. Tulisan ini juga saya anggap sebagai pengantar sekelumit dari Filsafat Wayang dan ditulis dalam rangka menyongsong kebangkitan Ilmu Jawa; dan juga dalam rangka menyongsong Kebangkitan Islam yang akan diawali dari Tanah Jawa; dan juga dalam rangka menyongsong kambalinya Dahnyang Pulau Jawa yang telah lama oncat dari Tanah Jawa semenjak dari runtuhnya Kerajaan Majapahit yang tidak lain adalah Kyai Semar Bodronoyo yang sekarang sedang membangun Istananya, posisi tepatnya di pusat semburan lumpur panas porong yang nantinya tempat tersebut sebagai pusat pertemuan para Sesepuh, Pinisepuh, para Filosof dan para ahli ilmu pada era baru di atas era computer, karena lumpur panas porong adalah sebagai bukti dari kesalahan analisa computer, yang mengakibatkan kebingungan para ahli dalam menghadapi lumpur porong dimana ilmunya tiada berguna dalam menghadapi kejadian tersebut, dikarenakan para ahli tidak mengetahui dan memahami mengapa hal itu terjadi. Dasar Pengalaman ketika para ahli berusaha menutup semburan Lumpur porong baik dengan cara tekhnologi ataupun supranatural maka akan semakin parah dan tidak bakalan berhasil. Hal ini telah saya ingatkan dengan tulisan Hubungan Lumpur panas Porong dengan sastra jawa pada tahun 2006, termuat di Tabloid Posmo edisi 390. (Tingkatan era yaitu 1. Era Agrikultur – Petani; 2. Era Industri – Pekerja pabrik; 3. Era Informasi dengan adanya Komputer – Pekerja Ilmu; 4. Era Konseptual atau Era Penciptaan atau Era Pesimpati yang saya sebut juga sebagai era filsafat Iluminasi). Rupanya, dari ketiga era yang pada puncaknya pada pekerja Ilmu telah sampai pada titik jenuh dimana dari hasil ilmu semua cara dan materi telah tercukupi, maka akan tumbuh cara berfikir baru. Cara berfikir yang lama baru sampai pada separo dari kemampuan otak manusia yang digunakan. Hamka mengatakan bahwa Ilmu berkembang sebatas pengalaman, filsafat berkembang sebatas pemikiran dan Agama berkembang sebatas keyakinan. Semakin tinggi cara yang digunakan, semakin tinggi dari masing-masing tingkatan, baik ilmu, filsafat ataupun Agama yang selalu tumbuh berkembang menyesuaikan dari cara berfikir manusia yang selalu berkembang dari jaman ke jaman. Ini adalah sifat dasar dari kekekalan dunia, yaitu perubahan itu sendiri yang semakin lama semakin sempurna dalam cara berfikir manusia untuk menuju kepada yang Maha Sempurna yaitu yang mencipta manusia yang barang kali bisa disebut sebagai manunggaling Kawula Gusti. Yang jelas menurut pendapat penulis untuk menuju era baru seperti tersebut di atas, perlulah berkaca pada cara berfikir lama, seperti yang akan kami sampaikan pada Bab. II. BAB II ISI TERJEMAHAN Kata Bagawat bermakna Pangeran atau Tuhan, sedangkan Gita bermakna Gending atau lagu. Sehingga kata Bagawat Gita bisa dimaknai senandung atau musik irama Ketuhanan, yaitu senandung yang diturunkan oleh Tuhan kepada manusia yang teguh imannya dengan irama dan isi ajarannya yang bisa memberi pencerahan bagi jiwa manusia sempurna dan bisa memberi petunjuk kepada kesempurnaan hidup , baik lahir maupun batin. Jalan tersebut dalam ajaran Agama Islam disebut “ Syiratal Mustaqiemu” Jalannya manusia sempurna, yaitu bagi manusia yang telah terbuka jiwanya, sehingga bisa menyaksikan kenyataan Dwi Tunggal yaitu Manunggaling Kawula Gusti, yang dengan demikian tidak akan pernah berpisah dengan Tuhannya, Allah yang Maha Kuasa, yang mengendalikan Jagat alit (Microcosmos) dan Jagat Agung (Macrocosmos). Serat Bagawat Gita berisi uraian ajaran-ajaran Sri Bathara Kresna kepada Sang Harjuna ketika akan terjadi Perang Brata Yuda, dimana Harjuna tidak mau maju ke medan laga dikarenakan yang akan menjadi lawan dalam perang tersebut adalah para Saudara, sahabat dan para gurunya sendiri. Beginilah keluhan dan tangisan Sang Harjuna : “ Wahai Sang Prabu, ketika hamba perhatikan di antara pihak Ngastina dan Pihak Pandawa, ada yang kaprenah Uwa, Paman, Eyang, Nak sanak, Keponakan, dan putu naksanak dari garis ibu dan dari garis ayah, para mertua, para sahabat dan para kenalan baik, para guru yang akan berperang dengan mengeluarkan semua kesaktian yang dimilikinya agar bisa menang di medan laga. Sungguh hati hamba menjadi gelap, dan bingunglah jalan pikiran hamba. Bahu dan kaki hamba menjadi lemas tak berdaya. Mulut dan kerongkpngan hamba menjadi kering, merinding seluruh badan dan rambut hamba berdiri. Gendewa terlepas dari tangan, panas dan neratap seluruh kulit. Hamba tak mampu berdiri lagi. Bingung cipta dan ripta hamba”. Masih banyaklah ucapan Sang Harjuna kepada Sri Bathara Kresna, yang pada akhirnya dengan suara yang terbata-bata, karena terlalu berat menanggung beban tekanan jiwanya sehingga Harjuna mengatakan : “Wahai Sang Prabu, hamba sungguh tidak akan tega dan hamba tak berdaya untuk berperang melawan saudara hamba sendiri, dan para sesepuh pinisepuh dan para guru hamba, lebih baik hamba sendirilah yang hancur lebur”. Pada akhirnya Harjuna membuang gendewanya serta jatuh tersungkur tak berdaya di dalam kereta perangnya Kepada yang sedang mengalami goncangan jiwa yang maha amat sangat berat, Sri Kresna memberikan ajaran-ajaran yang sangat banyak. Ajaran tersebut termuat di dalam Serat Bagawat Gita yang terbagi atas 18 bab, yang isinya menerangkan langkah-langkah yang berbeda-beda untuk bisa mencapai ilmu hakikat yang sempurna. Setelah menerima ajaran-ajaran dari Sri Kresna, Harjuna kemudian bangkit semangatnya, sehingga dengan mantap melangkah untuk menghadapi perang Brata Yuda. Para pembaca, sesungguhnya perang Brata Yuda atau perang saudara adalah melam-bangkan perang di dalam diri manusia sejati guna untuk menghacurkan Angkara (egoisme) dan murka (hebzucht) yang ada dalam diri setiap manusia, agar nantinya dapat menjadi raja di dalam dirinya sendiri. Adalah hal yang tidak aneh, pada umunya manusia tidak mempunyai niat untuk membunuh hawa nafsu serta angkara dan murkanya sendiri. Sebab, sesungguhnya manusia itu tidak boleh hanya mengutamakan kesenangan dirinya sendiri, dan yang seharusnya untuk menjaga keselamatan hidup bersama, jadi seharusnyalah manusia dalam melangkah dengan tanpa pamrih untuk dirinya sendiri dan tidak boleh hanya menuruti rasa kepuasan untuk dirinya sendiri di dalam hidup di dunia ini. Jadi, untuk apakah hidup di alam dunia ini ?. Keadaan yang demikian akan dialami oleh setiap orang di dalam tumbuhnya (evolusi) jiwanya guna menuju pada kesempurnaan hidup. Pada suatu saat manusia akan mengalami bahwa semua keadaan di dunia ini serba tidak menyenangkan, dan tidak memuaskan, sehingga akan menumbuhkan pertanyaan di dalam bathin, “ Apa sih perlunya hidup di dunia ini? Sesungguhnya pertanyaan tersebut tidak bakalan akan medapat jawaban yang memuaskan dari siapapun juga di dunia ini. Manusia yang telah mencapai tingkatan evolusi jiwanya yang demikian, kemudian merasa gelap di dalam hatinya. Semakin lama semakin terasa berat beban hidupnya. Hidup di dunia bagi dirinya terasa sebagai siksaan yang tiada habisnya. Hanya dengan kasih sayang dari Tuhan-lah, diri yang demikian pada akhirnya akan mendapat pencerahan langsung dari Sang Guru Jati, yaitu Allah yang Maha Murah, Maha Asih, Maha Kuasa dan Maha Bijaksana yang menjadi sumber dari segala yan g ada. Keadaan jiwa manusai yang tergambar di atas, di dalam Serta Bagawat Gita dilambangkan oleh keadaan Harjuna pada saat akan menghadapi perang Brata Yuda. Dirinya berdiri di atas kereta perang, dikusiri oleh Sri Kresna di tengah-tengah medan laga Kuru Setra dengan memperhatikan siapa saja yang akan menjadi lawan tanding dalam perang pupuh nantinya. Manusia yang telah mendapatkan pencerahan dari Tuhan, dan kemudian telah juga mengerti untuk apa sesungguhnya hidup ini, tentu tidak akan menghindar untuk menjalankan apa saja, baik berat ataupun ringan di dalam hidupnya di alam dunia ini. Sebab, dirinya telah mengerti bahwa manusia itu sesungguhnya hanya sebatas menjalankan titahnya Pangeran dan sesungguhnya Pangeran itu selalu melindungi dirinya. Demikian juga Harjuna, setelah menerima penjelasan dari Sri Kresna, lewat wiridan-wiridan yang termuat di dalam Serat Bagawat Gita, harjuna kemudian bersedia maju ke medan laga guna untuk melenyapkan para saudaranya serta para gurunya sendiri yang menjadi lambang ibarat kesanggupan manusia untuk menghancurkan hawa nafsu serta angkara dan murkanya sendiri. Sesungguhnya semua kenikmatan hidup di dunia ini tak berarti apa-apa dibanding dengan kenikmatan hidup Manunggal Menyatu dengan Pangeran. I. Hubungan Antara Serat Bagawat Gita dengan Serat Maha Barata Serat Bagawat Gita adalah merupakan bagian dari Serat Maha Barata bagian yang ke enam yang menjadi inti sari dari Serat Maha Barata. Di depan telah disampaikan bahwa ajaran-ajaran yang termuat di dalam Serat Bagawat Gita sesungguhnya berisi ilmu pengetahuan yang sangat luhur, yang merupakan anugerah yang tiada bandingnya dalam masalah keluhurannya yang diturunkan oleh Pangeran kepada manusia yang telah mendekati kesempurnaan hidup di dalam evolusi kehidupannya. Oleh karena ajaran-ajaran di dalam Serat Bagawat Gita serta petunjuk-petunjuk di dalam Serat Maha Barata menjadi gambaran atau lambang dari perjalanan evolusi jiwa manusia pada tingkat yang terakhir, sehingga dapat diartikan bahwa Serat Maha Barata juga berhubungan dengan jalan evolusinya bagi jiwa manusia. Pernyataan demikain tidak meleset. Kata Maha bermakna agung, sedangkan Barata, pada awalnya bermakna saudara tua laki-laki. Jadi rupa-rupanya maknanya ada hubungannya dengan maknanya kata Brother dalam baha Ingris, Broder dalam bahasa Belanda dan Bruder dalam bahasa Jerman. Sehingga Serat Maha Barata sesungguhnya lambang dari riwayat singkat sejarah dari evolusi jiwa manusia agung, yaitu manusia yang telah berhasil menyelesaikan kodrat evolusi jiwanya, manusia yang telah bisa membuktikan dengan cara menjalankan sendiri panunggaling Kawula Gusti. Manusia seperti itu tidak lain adalah Para Nabi Agung, Para Maharsi, Para Bodhisatwa dan Para Budha. Jadi sesungguhnya Serat Maha Barata adalah uraian yang dibuat sebagai perlambang atau Allegori terhadap satu kalimat yang sangat berarti di dalam Ajaran Agama Islam yaitu kalimat sebagai berikut : “Inna lillahi wa inna ilaihi roji’un”, yang bermakna dari Allah asalnya dan kepada Allah kembalinya. Makna demikian semakin jelas di dalam cerita wayang atau cerita Padhalangan yang jelas-jelas bersumber dari cerita Maha Barata. II. Cerita Maha Barata dan Cerita Padhalangan Cerita Maha Barata di tanah jawa mengalami perubahan yang sangat mencolok, setelah digubah menjadi cerita padhalangan dikarenakan : Ø Pengaruh Agama Islam. Ø Yang kemudian menimbulkan keyakinan bahwa para Pujangga Jawa atau para Ahli Filsafat Jawa, lebih dalam pemikirannya mengenai cerita Maha Barata dibanding dengan para ahli Filsafat dari India (Filsafat India bisa dipelajari dari buku Indian Philosophy – oleh –Radha Krishnan – (Pen). Dari mana timbulnya keyakinan seperti itu ?. Di dalam cerita Maha Barata yang asli, yang ada pertama kali adalah Sang Hyang Brahman. Di dalam cerita Padhalangan, yang ada pertama kali adalah Nabi Adam yang keduanya sama-sama mempunyai anak turun yaitu Para Dewa atau Para Jawata. Malah menurut Padhalangan Nabi Adam – Manusia – Setelah menurukan Nabi Sis, Sang Hyang Nur Rasa dan Sang Hyang Nur Cahya, kemudian menurun-kan Sang Hyang Tunggal dan Sang Hyang Wenang yaitu Allah Yang Maha Esa dan Allah Yang Maha Kuasa!. Apabila hanya diterima apa adanya saja, perubahan di dalam cerita Padhalangan kelihatannya tidak masuk akal sama sekali. Secara akal, mana mungkin manusia (Adam) mempunyai anak – Allah yang bersifat Maha Esa dan Maha Kuasa itu ?. Tapi ketahuilah, bahwa kata Adam apabila ditulis menggunakan harufu Arab adalah Ain, Dhal dan Mim yang bermakna Satu atau Esa tanpa awal dan akhir, tanpa wujud dan tanpa warna. Jadi, sesuatu yang tidak bisa digambarkan oleh akal budi-nya manusia. Kiranya makna kata Adam yang demikian ada hubungannya dengan arti kata Belanda yaitu Adem yaitu pernafasan. Nafas atau hidup dan kata Atma yaitu hidup murni di dalam Ajaran Agama Hindu. Menurut para ahli sufi ataupun para ahli filsafat jawa, Adam itu mempunyai sifat-sifat makdum azali dan abadi. Artinya makdum adalah awal tanpa ada yang mengawali. Azali artinya sumber dari segala yang ada, dan Abadi yang berarti langgeng tanpa awal dan tanpa akhir, yaitu Allah sendiri. III. Cerita Padhalangan dapat dibagi menjadi 6 bagian pokok, yaitu : 1. Jaman Kadewan; Berisi cerita-cerita sebagai lambang terciptanya Macrocosmos atau Kabir atau Jagad Besar. 2. Cerita Sang Hyang Winu menitis menjadi Ikan, Kura-kura, Singa, Manusia Cebol, dan Rama Bargawa – manusia tinggi besar yang selalu membawa senjata Kampak. Cerita-cerita tersebut menjadi lambang terciptanya semua jenis hewan dan manusia di bumi, juga bisa dianggap sebagai lambang bayi yang masih berada di dalam kandungan seorang Ibu. 3. Cerita mengenai anak turunnya Bathara Brama sampai kepada Abiyasa yang menjadi lambang terciptanya Microcosmos, Alam Saghir atau Jagad Kecil. 4. Cerita mengenai anakturunnya Abiyasa yang menjadi lambang Evolusi jiwa manusia sampai kepada kedewasaan jiwanya; ketika di dalam jiwa manusia mulai tumbuh niyat untuk mencapai kesempurnaan hidup. 5. Wirid-wirid atau Ajaran-ajaran yang termuat di dalam Serat Bagawat Gita, adalah merupakan ajaran-ajaran yang mengajarkan bagaimana cara langkah manusia untuk bisa mencapai kesempurnaan hidup dan watak yang bagaimana yang perlu dipunyai agar cita-cita tersebut bisa terlaksana. 6. Cerita mengenai Perang Brata Yuda, sebagai lambang proses penghancuran sifat Angkara Murka, serta watak yang tercela, yang menjadi penghalang untuk bisa menggapai cita-cita manusia pada tingkatan yang terakhir yaitu Panunggaling Kawula Gusti. IV. Ringkasan Cerita Padhalangan Bagian I. 1. Adam berada di Kaswargan atau sorga. Pangeran masih berada di sonyaruri (tempat yang tiada gerak) jagad belum tercipta, papan dan jaman, terang dan gelap belum ada. Belum ada apa-apa. 2. Adam mendapatkan pasangan yaitu Babu Kawa. Kata kawa di sini berasal dari kata Arab, yaitu Hawa yang mempunyai arti suatu keinginan atau karsa. Pangeran berkehendak untuk menggelar Jagad Raya. 3. Nabi adam dan Babu Kawa sama-sama memakan buah larangan yaitu buah kebaikan dan buah kejahatan. Ini menjadi lambang awal dari adanya Dwi Tunggal yang selalu berpasang-pasangan. Seperti, kebaikan dan kejahatan, atas dan bawah, jauh dan dekat, panjang dan pendek, positif dan negative, dan seterusnya-seterusnya; sehingga setelah Nabi Adam menikmati buah kebaikan dan kejahatan, Adam dan Hawa kemudian diperintah untuk turun dari Sorga. Ini sebagai tanda telah terciptanya Jagad Raya yaitu dunia maya ini. 4. Adam dan Hawa berputra Nabis Sis. Ini bermakna sebagai perlambang tumbuhnya kesadaran diri di dalam jiwanya Macrocosmos. (Nabi Sis dalam Agama Islam adalah anak ke 6 yang dalam Serat Paramayoga karangan Ronggo Warsito, anak turun dari Nabi Sis adalah Penghuni awal Pulau Jawa, selengkapnya anak turun Nabi Adam dalam serat tersebut, sebagai berikut : 1. Sayid Kabbil alias Kain, dengan Siti Aklimah. (Anak turunya tinggal di Afrika) 2. Sayid Abbil dengan Siti Dammimah. 3. Sayid Israil alias Ngabdullah dengan Siti Sarirah. 4. Sayid Israwan alias Ngabdurrahman dengan Siti Onnah 5. Sayid Basradiwan alias Ngabdulkaris dengan Siti Dayunnah (Keturunannya di Afrika) 6. Sayidina Sis (anak turunnya sebagai penghuni Pulau Jawa) 7. Sayid Yasis dengan Siti Ngawis 8. Sayid Sesan dengan Siti Ngais 9. Sayid Yasmiyan dengan Siti Ramsah 10. Sayid Yanmiyan dengan Siti Yarusah 11. Sayid Suryan dengan Siti Sarriyat 12. Sayid Amman dengan Siti Mahas 13. Sayid Kayumarat alias Sultan Kayumutu dengan Siti Hindunmaras 14. Sayid Akjuja dengan Siti Makjuja 15. Sayid Lata dengan Siti Ngujya (anak turunya tinggal di Cina). 16. Sayid Harat dengan Siti Haruti 17. Sayid Danhab alias Kawakil dengan Siti Danhab alias Siti Khawokhiyah 18. Sayid Bantas alias Asmakil dengan Siti Bintisah alias Asmakiyah 19. Sayid Sus alias Asmail dengan Siti Susiyah 20. Sayid Jamrut alias Malkhail dengan Siti Jamrudah alias Siti Malkiyah 21. Sayid Ajurut alias Tamkali dengan Siti Ajrudah alias Siti Tamkiyah 22. Sayid Adna alias Yahnail dengan Siti Adinnah alias Siti Yahinnah 23. Sayid Harna alias Harnail dengan Siti Amiyah 24. Sayid Samal dengan Siti Samiyah 25. Sayid Ngawail dengan Siti Ngawiyah 26. Sayid Astail dengan Siti Astiyah 27. Sayid Nurail dengan Siti Nuhriyah 28. Sayid Nyhkail dengan Siti Nuhiyah 29. Sayid Nukail dengan Siti Sarkiyah 30. Sayid Sarkail dengan Siti Sarkiyah 31. Sayid Karail dengan Siti Kariyah 32. Sayid Dujail dengan Siti Jujiyah 33. Sayid Katail dengan Siti Katiyah 34. Sayid Arkail dengan Siti Arkiyah 35. Sayid Mrihkrail dengan Siti Mirkiyah 36. Sayid Ardabbil dengan Siti Ardiyah 37. Sayid Sanail dengan Siti Naniyah 38. Sayid Sujail dengan Siti Pujiyah 39. Sayid Salsail dengan Siti Salsiyah 40. Sayid Sahnail dengan Siti Sahniyah 41. Siti Hunun 42. Sayid Sahalnail dengan Siti Sahaniyah (Pen.) 5. Nabi Sis berputra Sang Hyang Nur Rasa. Bermakna sebagai perlambang telah digelarnya alam Cipta, yaitu alam Perasaan. 6. Sang Hyang Nur Rasa berputra Sang Hyang Nur Cahya, yaitu telah digelarnya alam Ripta yaitu alam pikiran. 7. Sang Hyang Nur Cahya berputra Sang Hyang Tunggal; ini sebagai lambang Allah Yang Maha Esa. 8. Sang Hyang Tunggal berputra Sang Hyang Wenang; ini bermakna bahwa Allah Yang Maha Esa mempunyai sifat Maha Kuasa. 9. Sang Hyang Wenang berputra; 1. Sang Hyang Ismaya; 2. Sang Hyang Manikmaya. Ismaya adalah Kyai Semar; Manikmaya adalah Bathara Guru. Ini sebagai perlambang Gelar dari alam dunia. Maya berarti samar-samar atau tidak nyata; Sebab selalu mengalami perubahan-perubahan. Ism atau Nama’ ini bermakna sebagai nama atau dalam bahasa jawa sebagai Jejer. Lahirnya Ismaya melambangkan telah digelarnya semua yang maya atau samar-samar, yaitu yang tidak nyata; yang adanya karena mengada yang berasal dari Panca Indra Kita. Ini tiada lain adalah alam dunia ini yang sesungguhnya adalah Alam Yang Tidak Nyata. Manik Maya bermakna inti sari yang maya tersebut di atas. Yaitu daya kekuatan atau daya hidup yang menggerakan, yang meliputi dan menguasai semua yang ada dan mengada di dunia ini. 10. Shang Hyang Ismaya berputra Bathara Surya (Matahari); Bathara Candra (Bulan); Batari Mahyati (Bumi); Bathara Yama ( Bintang Hanggara atau Mars); Bathara Darmanastiti (Bintang Budha atau Merkurius); Bathara Kamajaya (Bintang Sukra atau Venus); dan seterusnya. Ini sebagai perlambang telah terciptanya semua bintang dan semua planet. Dalam cerita Padhalangan yang disebutkan hanyalah bintang dan planet yang berada pada Tata Surya kita saja. 11. Sang Hyang Manikmaya berputra Bathara Sambu, Bathara Brama, Bathara Bayu, Bathara Indra dan Bathara Wisnu. Ini sebagai lambang telah terciptanya anasir-anasir atau unsure-unsur kimia yang menjadi awal mula atau yang membentuk semua yang ada di dunia ini. Di dalam Serat Maha Barata atau cerita Padhalangan, unsur kimia yang disebutkan hanya unsure dasar saja yaitu yang membentuk atau hanya bisa menyebabkan kehidupan yang ada di dunia fana ini; yaitu zat-zat organis. Sesungguhnya jumlah unsur kimia yang ada sangatlah banyak jumlahnya lebih dari 92 jenis, seperti Timbal, Perak, Emas, Tembaga, Helium, Natrium, Fosfor, Belerang, Radium, Polonium. Namun unsure-unsur terakhbir ini hanya membentuk benda-benda yang tidak bernyawa, yaitu segala jenis batu yang bermacam-macam. Walau sesungguhnya Ekstrak dari semua unsur kimia yang ada adalah jasad manusia, karena manusia adalah mahluk yang peling sempurna. Mengulang atas keterangan di atas, yaitu bahwa anak turun Sang Hyang Manikmaya adalah yang melambangkan unsur-unsur kimia yang pada umumnya membentuk zat-zat organis. Bathara Sambu melambangkan unsure Carbon (C), Bathara Brama melambangkan unsure Oksigen (O), Bathara Bayu melambangkan Nitrogen (N), Sedangkan Bathara Wisnu melambangkan Ether atau energy yang merupakan daya kekuatan yang berada pada inti atom yang telah disebut di atas; yang bertugas menjaga kemurnia dari atom tersebut, dan juga sebagai daya kekuatan yang menyatukan antara Carbon, Oksigen, Nitrogen dan Hidrogen yang akan membentuk zat-zat organis yang bermacam-macam. Zat-zat organis kadang-kadang masih juga tercampuri oleh atom-atom atau unsur-unsur zat kimia yang laim walau hanya sedikit; Seperti atom unsur belerang atau Sulfur (S). Sampai di sini, alam dunia telah digelar lengkap dengan segala tumbuh-tumbuhan; semak belukar dan juga semua jenis rerumputan dan yang belum ada adalah jenis sumua hewan dan manusia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar